Dengan Sensivitas Membuat Kata-Kata Puitis, Fiersa Lolos Pengadilan Musik
Idealisme, konsistensi dan kematangan musikalitas Fiersa Besari membuatnya terseret ke kursi persidangan. Pengadilan Musik edisi ke-31 akan mengadili Fiersa Besari. Di sini, Fiersa Besari harus mampu bertanggung jawab atas semua karya-karyanya.
Fiersa Besari, nama ini turut menyumbang suburnya pertumbuhan musik pop-folk saat ini. Terjunnya sosok ini dalam dunia permusikan Indonesia berawal sejak ia duduk di bangku sekolah, hingga tiba masanya ia semakin serius dalam ruang yang ia cintai, yaitu di tahun 2011. Kala itu, Fiersa Besari bersama kawan-kawannya mulai membuat suatu terobosan, berupa sebuah project hibrida sastra-musik-visual, yang mana bertujuan untuk mengajak pembaca berinteraksi dan menikmati sebuah karya melalui rasa, mata, sekaligus telinga. Project ini bernama “Revolvere Project”, band sastra yang digawangi oleh Futih Aljihadi (seniman visual) Fahd Djibran (penulis), dan Fiersa Besari sendiri.
Dunia musik dan sastra Indonesia menjadi hal yang paling mencuri hatinya dan menjadi pilihan utama. Aktivitasnya bekerja di sebuah perusahaan swasta selepas masa kuliah ia lepaskan, karena ia memilih untuk menekuni dunia yang membawanya bertualang ke dimensi artistik dalam bentuk narasi dan lagu. Lagu-lagu yang sudah sempat ia rekam sejak beberapa tahun lalu akhirnya berhasil dirilis dalam sebuah album bertajuk 11:11 secara independen di tahun 2012. Bergerilya secara mandiri dalam menyebar dan mendistribusikan karyanya, tak disangka ternyata dalam hitungan bulan album tersebut ludes di pasaran.
Produktivitasnya di dunia musik terus berlanjut. Setahun pasca dirilisnya album perdana, pria yang akrab dipanggil “Bung” ini merilis album mini berjudul Tempat Aku Pulang. Setelah album mini ini ia sebarkan, Bung melakukan perjalanan ke pelosok-pelosok Indonesia untuk merangkum inspirasi sekaligus mengasah kepekaannya dalam menulis. Sekembalinya di tahun 2014, Bung kembali merilis ulang Tempat Aku Pulang dengan penambahan beberapa lagu hingga genap berjumlah 14 nomor dan dirilis dalam bentuk cakram padat dan format digital. Buah dari perjalanan Bung selama satu tahun menghasilkan sosok dan pribadi yang baru. Sosok yang lebih kritis, berani dan mampu membangun empati dan realitas di setiap karyanya.
Di tahun 2015, Bung kembali merilis sebuah karya. Kali ini, ia merilis sebuah album buku berjudul Konspirasi alam Semesta. Album musik ini dikolaborasikan dengan buku, dan buku ini menjadi karya perdana Bung di dunia literasi. Melalui single andalannya, “Juara Kedua”, nama Fiersa Besari semakin berkibar di ranah musik folk Indonesia dan juga dunia sastra Indonesia. Ia juga tidak berhenti untuk terus meluncurkan karya-karya terbaru, seperti sebuah buku lainnya yang ia rilis di tahun 2016 berjudul “Garis Waktu”. Buku ini merangkum kisah perjalanan Bung selama empat tahun dan berhasil terjual lebih dari 10 ribu eksemplar.
Ia tak berhenti sampai di sana. Bung menerbitkan karya-karya lainnya, dan yang paling baru yang ia sebarkan adalah rilis ulang album pertama 11:11 dan dikemas dalam sebuah buku dengan judul yang sama.
Banyak hal yang diceritakan Bung dalam karya musik dan tulisan-tulisan yang dirangkum dalam buku. Tema cinta yang mendominasi seolah menjadi merek dagang yang lekat dengan pribadi Bung. Walaupun ada tema keseharian, kritik sosial dan kisah perjalanan yang juga ikut memberi warna pada karyanya. Kata-kata yang digoreskan pendiri Komunitas Pecandu Buku itu mampu menghipnotis para penggemar dan pembaca setianya. Tak sembarang kata-kata romantis, namun dengan cara sederhana tulisannya membawa makna yang dalam.
Dengan segala idealisme, konsistensi dan kematangan musikalitasnya, sudah tentu Fiersa Besari mendapat perhatian dan apresiasi. Namun, hal ini menjadi alasan untuk Pengadilan Musik edisi ke-31 menyeret Fiersa Besari ke kursi terdakwa. Di sini, Fiersa Besari harus mampu membuktikan bahwa apa yang ia lakukan di ruang musik dan literasi Indonesia memang layak untuk dikonsumsi oleh khalayak, dan ia harus mampu bertahan dalam mempertanggungjawabkan karya-karya yang sudah dihasilkan.
Comments (23)