Dengan Batik, Mesin Tik, dan Kerupuk Kulit, Down For Life Terbebas Dari Tuntutan Pengadilan Musik
Jumat, 14 September 2018, Pengadilan Musik memasuki episode barunya. Masih hadir ditempat dan waktu yang sama, yakni di Kantin Nation The Panas Dalam, Jalan Ambon no 8 A Bandung. Kali ini ada down For Life yang menjadi terdakwanya, dinilai perlu mempertangungjawabkan pencapaian mereka kala menjajal panggung Wacken Festival di Jerman beberapa waktu lalu. Apakah mereka memang layak untuk disejajarkan dengan puluhan band-band lainnya dari berbagai negara dalam gelaran tersebut? Maka malam itu Down For Life harus bisa meyakinkan khalayak banyak, apakah karyanya memang layak disimak atau tidak.
Sekitar pukul delapan malam, Pengadilan Musik mulai dibuka dengan lagu “Bagimu Negeri”, lalu kemudian sang Panitera Eddi Brokoli tampil membacakan sedikit prolog tentang sejarah singkat terbentuknya Down For Life, dan segala hal tentang pencapaian band metal asal Solo ini, termasuk ketika band ini menjadi finalis Wacken Metal Battle Indonesia, dan mewakili Indonesia di Jerman.
Pengadilan Musik menampilkan Man Jasad sebagai hakim, serta Pidi Baiq dan Budi Dalton sebagai jaksa penuntut. Menariknya, Budi Dalton malam itu hadir menggunakan kostum seorang perompak/bajak laut. Sedangkan di kursi pembela masih diisi oleh Yoga PHB dengan gimmick kaos parodinya, yang kali ini memparodikan band Down For Life menjadi Drone For Life, lengkap dengan gambar siluet drone itu sendiri. Hadir menjadi tandemnya Yoga, Rully Pasar Cikapundung jadi sosok yang ditunggu setelah pada Pengadilan Musik sebelumnya dia datang dengan buku KUHP dari Jamaika. Kali ini Rully juga mencuri perhatian dengan gimmick nya, yang membawa mesin tik serta buku tentang sejarah musik metal, yang tentunya ala dia sendiri.
Mengingat Down For Life adalah sebuah band yang berasal dari tanah jawa, tepatnya Solo, Pengadilan Musik malam itu juga dibuka dengan musik latar gamelan jawa, yang setelahnya segera saja langsung ditimpali dengan guyonan berbahasa jawa dari kedua jaksa dan pembela. Hal ini menjadi lucu, karena baik itu jaksa dan pembela keduanya adalah orang sunda. Jadi ketika menggunakan bahasa dan aksen jawa hal itu tak pelak memancing tawa penonton yang hadir malam itu.
Band Down For Life yang terinspirasi Biohazard ini mulai tumbuh di komunitas Hardcore Sriwedari. Pernyataan Down For Life tentang sejarah awal berdirinya tersebut kemudian ditimpali oleh kedua jaksa dengan pertanyaan-pertanyaan yang bisa dibilang melenceng, dengan dihujani dengan plesetan-plesetan bahasa jawa ala sunda. Tidak berhenti sampai disana perdebatan juga kemudian ditimpali oleh Rully dengan buku sejarah metal ala dia, yang tentunya dibelokan kemana-mana, dan berhasil memancing tawa penonton malam itu.
Selain itu, julukan penggemar Down For Life yang bernama Pasukan Babi dari Neraka tersebut, tak luput dari tuntutan kedua jaksa tentang penggunaan nama Babi dalam kalimat Pasukan Babi. Seakan terpancing untuk sama-sama larut dalam kegilaan argumen dan perdebatan dari kedua jaksa dan pembela, Down For Life pun menimpali pertanyaan tentang babi tersebut dengan sanggahan yang sama-sama jenaka. Satu hal yang sebenarnya juga jadi melekat dengan pembawaan mereka yang kerap bertingkah konyol, seperti halnya Rio, gitaris dari Down For Life, yang sempat keluar dari band, hingga di suatu waktu dia ingin kembali mengisi gitar di Down For Life. Tapi sayang posisinya sudah digantikan. Namun apa yang dilakukan Rio? Dia memecat sang gitaris pengganti demi mengisi kembali posisi gitaris di Down For Life.
Cerita tentang bagaimana absurd dan lucunya gitaris mereka, Rio di atas jadi satu hal yang memancing tawa juga, selain dari perdebatan yang kerap dilemparkan oleh orang-orang di atas panggung Pengadilan Musik malam itu. Selain itu adanya Sosok Addy Gembel yang berperan sebagai penggemar Down For Life juga jadi gimmick yang lucu, mengingat Addy yang biasa tampil garang, malam itu berperan sebagai perempuan jadi-jadian layaknya Beti si bencong slebor. Sampai akhirnya acara rehat sejenak, dan diteruskan dengan pemutaran video footage saat Down For Life tampil di panggung Wacken Festival, Jerman.
Setelahnya acara diteruskan kembali, dan mulai menyoroti penampilan Down For Life, seperti misalnya kostum mereka dengan batik parang lusuhnya tersebut. Perdebatan seru kembali terjadi, yang kali ini dimeriahkan pula dengan krupuk kulit, yang dengan santainya dilahap Down For Life saat menanggapi hujan pertanyaan dari kedua jaksa penuntut. Dengan semua argumen dan sanggahan yang dilemparkan Down For Life, tim pembela, dan bahkan Man Jasad sang hakim malam itu, sedikit tidak netral dengan pembelaannya kepada Down For Life, mengingat Man sendiri menjadi juri dalam gelaran Wacken Festival di Jerman beberapa waktu lalu tersebut, akhirnya Down For Life dinyatakan bebas bersyarat, dengan satu catatan harus segera merilis karya. Pengadilan Musik malam itu pun berakhir dan ditutup dengan sesi foto bersama.
Comments (0)