Karinding Goes To Europe
Indonesia merupakan wilayah tropis yang dekat dengan budaya pertanian. Beragam seni lahir dan tumbuh di Indonesia mengiringi budaya ini, salah satunya adalah waditra pertama di Nusantara, yaitu lamellafon. Banyak sekali alat musik sejenis lamellafon di Nusantara ini dan yang paling terkenal adalah karinding asal Jawa Barat. Semenjak kebangkitannya tahun 2008, karinding tak hanya menjadi gerbang masyarakat awam unttk memahami akar tradisi, kearifan lokal dan juga bergerak memperbaiki alam dan lingkungan hidup berdasarkan pemahaman yang terbangun dari karinding, namun juga berhasil membangkitkan waditra-waitra sejenis yang hampir punah di seluruh Indonesia. Hingga tahun 2012, laman Nomenclature mencatat ada 1169 nama waditra sejenis karinding yang digolongkan lamellaphone, aerophone, dan idiophone di seluruh dunia. Indonesia tercatat memiliki 80an jenis lamellafon Nusantara.
Program “Karinding Goes To Europe” adalah program perjalanan riset yang dilakukan oleh Atap Class Indonesia dan diwakili oleh Kimung dan Diah Paramitha, mencakup presentasi di ajang konferensi sosiologi internasional, “9th Midterm Conference of the RN-Sociology of the Arts, Art And Creativity” di University of Porto tanggal 8 hingga 10 September 2016, serta perjalanan riset ke Belanda dan Prancis antara tanggal 10 hingga 19 September 2016. Presentasi yang akan dibawakan di konferensi tersebut berjudul “The Dynamics of Karinding: the Role of Bandung Underground Metal and Punk Music Movement in Generating Karinding as the Traditional Instrument from West Java, Indonesia, and Its Unique Relationship”, menguraikan bangkitnya kembali karinding secara massif semenjak dikembalngkan oleh ranah musik bawahtanah Bandung, terutama di komunitas musik Ujungberung Rebels yang kemudian mengkristal menjadi band Karinding Attack yang menginspirasi lahirnya ratusan grup di Jawa Barat dan juga waditra-waditra sejenis karinding di seluruh Indonesia.
Aktivitas konferensi ini akan memperkuat jaringan kerja sama akademik yang akan terjalin berkaitan dengan karinding, lamellafon Nusantara, serta seni tradisional dan kultur hibrida yang lahir pada masa kini dan membentuk identitas baru bangsa Indonesia. Ini juga akan mempermudah para peneliti Indonesia dalam berbagi informasi mengenai karinding secara khusus dan lamellafon Nusantara secara umum. Pun dengan perjalanan riset ke Belanda dan Prancis disusun untuk menggali informasi-informasi penting yang tertulis di luar negeri berkaitan dengan karinding dan lamellafon Nusantara serta menjalin jejaring kerja sama terutama dengan organisasi International Jewsharp Society (IJHS).
Sejak berdiri tahun 1998, IJHS telah menggelar lima festival internasional, mempublikasikan 14 newsletter memberitakan ranah-ranah musik jewsharp dari seluruh dunia, dan menerbitkan 9 jurnal ilmiah tentang jewsharp. Tahun 2016 IJHS melakukan banyak perubahan besar terutama dalam pola komunikasi yang lebih global dengan adanya website resmi, strategi pengembangan komunitas, dan tentu saja landasan pemikiran yang baru. IJHS melihat Asia—terutama Indonesia dan Jawa Barat—menjadi titik yang penting dalam sejarah perkembangan lamellafon dalam 10 tahun terakhir, terutama menyoroti kebangkitan karinding. Oleh karena itu, sejak 2008 IJHS menjalin hubungan yang baik dengan komunitas karinding dan lamellafon di Indonesia. Hingga kini, komunitas di Indonesia yang telah secara resmi tergabung dengan IJHS adalah band Karinding Attack. Selain itu, komunitas yang secara kuat terhubung dengan IJHS adalah Asosiasi Harpa Mulut Indonesia (ASLI) yang didirikan oleh Asep Nata, Kimung, Ilham Nurwandyah, dan Hendi Ade.
Perjalanan riset di Belanda dijadwalkan akan mengunjungi Volkenkunde, Tropenmuseum, dan KITLV, tiga museum dan pusat data yang menyimpan banyak sekali informasi tertulis mengenai karinding dan lamellafon Nusantara. Selain itu juga akan mengunjungi tiga tokoh IJHS yaitu Daniel Hentschel, Harm Linsen, dan Phons Bakx. Phons adalah periset lamellafon yang sejak tahun 1998 telah mengumpulkan lebih dari 1169 nama lamellafon dari seluruh dunia termasuk 80an nama dari Indonesia.
Di Prancis, riset akan dilakukan di Ocora Records Radio France yang telah menerbitkan lebih dari 600 catatan untuk tujuan ilmiah dan juga untuk khalayak umum pada vinyl, kaset, dan compact disc, termasuk album Musiques Populaires D'indonesie - Folk Music From West-Java yang memuat rekaman karinidng ke tiga di dunia yang direkam oleh Ernest Heins 22 Februari 1968 di Banjaran, Bandung. Selain ke Ocora Records Radio France, perjalanan di Prancis juga akan mengujungi The Branly Museum Quai - Jacques Chirac, di Paris, yang juga memiliki koleksi dan informasi mengenai karinding, celempung, dan lamellafon Nusantara. Selain itu juga akan mengunjungi para periset akademis yang sudah melakukan penelitian mengenai karinding dan ragam lamellafon Nusantara sejak 1970an seperti Genevieve Dournon-Taurelle, Profesor Tran Quang Hay, dan Dom Martin.
Rangkaian perjalanan ini didukung oleh Djarum Coklat, Atap Promotions, dan secara perorangan oleh Dedy Mizwar. Hasil dari perjalanan akan dibuat film dokumenter berjudul “Roots Journey : Karinding Goes to Europe” yang akan dirilis di media-media partner yang mendukung rencana perjalanan ini. Film ini akan digarap oleh tim Atap Imagine sebagai partner satu atap di Atap Class, rencananya akan dirilis tanggal 28 Oktober 2016 sekaligus menyambut peringatan hari Sumpah Pemuda. Wacana kepemudaan dan gerakan kesadaran kembali untuk memahami akar alam dan budaya merupakan satu wacana utama yang akan diekpos dalam film ini.
Kami memohon doa dari semua kawan-kawan dari seluruh Indonesia agar perjalanan ini bisa membawa manfaat yang besar dan membukakan banyak pemahaman baru mengenai budaya baru yang tetap mengakar kepada nilai-nilai kearifan lokal dan bagaimana budaya budaya ini bisa dikembangkan secara arif. Kami juga menghaturkan terima kasih sedalam-dalamnya bagi semua pihak yang telah mendukung program perjalanan ini. Semoga semua bisa membawa manfaat yang besar bagi masyarakat.
Hormat kami,
Kimung & Mitha
Atap Class Indonesia
@atappromotions
Comments (1)